Danau maninjau, sebuah danau yang terletak di Kec. Tanjung raya, Kab. Agam SUMBAR. Siapa yang tidak mengenal danau ini, danau dengan keindahan alam yang begitu menakjubkan. Keindahan surga duniawi yang memesona. Danau yang keindahannya semakin membuat orang penasaran seperti apa keadaan nya sekarang, bagaimana tidak di dalam novel laris “ best seller” Negeri Lima Menara danau ini menjadi fokus indah yang bertahta anggun di dalamnya.
Kuceritakan kepadamu bagaimana kontur danau yang kucinta ini. Mudahnya, kau bayangkan saja sebuah kuali penggorengan yang diisi oleh minyak di dalamnya, nah minyak itu adalah danau yang indah, sedangkan kuali adalah bukit barisan hijau yang mengelilingi danau. Sederhana bukan. Danau dengan kesejukan alami yang indah, dari tepi danau jika kau ingin melihat betapa anggun maninjau, maka silahkan kau ber-“climbing or hiking” ke puncak bukit barisan, maka kau akan tercengang melihat pemandangannya dari atas bukit itu. Satu lagi yang aku lupa, dari danau sampai atas bukit, kau akan mendapati 44 kelok yang menghubungkan maninjau dengan kota Bukittingi. Apa lagi yang aka n kuceritakan ya, oh iya, akan ada pemandian air panas di danau ini, menurutku ini bukti bahwa danau ini dahulunya adalah sebuah gunung besar yang meletus dan kalderanya membentuk danau, gunung tandikek namanya , menurut kepercayaan kami anak negerinya. Ops, jangan lupa kau juga akan menemukan museum rumah buya HAMKA tempat beliaudibesarkan dan menetap dahulunya.
Oke cukup untuk menggambarkan apa yang akan kau lihat, namun satu hal yang sangat ku sedihkan saat ini, danau indah ku ini sekarang sedang sakit, ya sakit. Ntah bisa kubilang mulai sekarat atau apa. Seiring berkembangnya zaman, danau maninjau telah menjadi tumpuan warga danau untuk mencari penghasilan. Namun hal ini mungkin berimbas buruk bagi maninjau.
Aku bukannya menyalahkan warga danaunya, tapi mungkin pemahamannya saja, “ampun kan ambo, mamak jiko salah mangecek, salah batindak, ato salah pikia, bukan nyo ampo sok tau angku, tapi iko hanyo pikiran ambo sajo salaku anak nagari nan cinto ka nagari nyo” ya, pertama aku meminta maaf dulu jika tulisan ini salah kepada angku, ninik mamakku.
Sekarang danau maninjau dari puncak bukit masih akan terlihat sama, menawan, memberikan kekaguman yang mendunia, tapi kau akan berkata lain jika mendekat dan merasakan sendiri secara dekat keadaan danau ini. Berpuluh-puluh tambak ikan telah tertanam di dalam tubuh maninjau, ya. Tambak-tambak ikan yang menghidupi beratus kepala di danau ini. Apa salahnya? Bukan salahnya mungkin, tapi akibatnya.
Air danau semakin hari semakin memprihatinkan, kenapa? Tiap hari berton-ton “pelet “ makanan ikan yang ditaburkan ke air danau, semakin hari air kian tercemar, nanar. Kualitas air semakin memprihatinkan. Air kotor, sulit untuk mendapatkan air bersih. Air mulai berbau tak sedap. Ku ingat dulu sekitar tahun 1995, dulu ayahku bekerja sebagai pelaut ( danau ini di panggil laut oleh penduduk negerinya ), aku sering ke laut menemani ayah, dan untuk mencari air minum, ayah cukup mendayung “biduak” perahu kecil ke tengah danau dan mengambil air untuk persediaan minum, namun sekarang? Sangat sulit, kualitas air semakin jelek, apa lagi sampah yang kian menumpuk ke dalam danau. Pun, sumber ikan yang menjadi tumpuan semakin menipis, ya mungkin dengan kualitas air yang semakin buruk, ikan alam yang ada di maninjaupun mangalami imbasnya, ya, ikan semakin sedikit dan sulit untuk ditangkap, bahkan mungkin ada 1 atau 2 ikan yang sudah punah? Aku tidak tahu juga.
Danauku ini sedang sakit, menangis tapi tak bisa teriak. Eksplorasi besar-besaran terhadap tubuhnya tidak dibarengi dengan tindakan membuat dia bersih kembali, indah dan bersinar seperti dulu kala. Anak negeri hanya giat untuk mengambil isi danaunya, tapi tidak memperhatikan apakah maninjau terluka, atau bertambah buruk.
Maaf mamak, ini hanya pikiran anakmu yang sedih melihat pusaka kita, maninjau kian hari kian memburuk. Maaf mamak, ini mungkin salah, anakmu telah lancang berkata, dan bertindak. Tapi inilah yang anakmu pikirkan.
Aku membayangkan kalau akhirnya warga anak nagari kembali menyadari bahwa danau ini harus diselamatkan, mungkin saat ini yang terpikirkan oleh ku adalah anak nagari harus menyadarkan diri untuk tidak membuat sampah ke danau, termasuk diriku sendiri. Tidak membuang zat-zat yang buruk ke air danau. Tapi untuk urusan tambak? Masih harus berpikir keras aku, apakah dengan mengganti “pelet” dengan bahan yang lebih alami atau ramah lingkungan sehingga tidak mencemari air danau, atau apa?, masih harus berpikir jauh aku.
Maninjau, janganlah menangis, mungkin sebentar lagi kau akan kembali tersenyum, anak nagari akan menyadari bahwa yang kami perbuat kepadamu menyakitimu, dan kami akan berubah membuatmu tersenyum dan bersinar seperti dahulu. Bertahan lah sedikit lagi Maninjau, bertahanlah sedikit lagi, aku tahu anak negeri akan segera menyonsong perubahan besar untuk membuatmu kembali sehat.
“untuak akhia, kambali ambo minta ampun ka angku, niniak mamak, kalo ado kato-kato ambo nan indak di tampeknyo, sakali lai, iko hanyo, buah pikia anak nagari yang cinto ka kampuang halamannyo ngku, mak “
@ at kosan tercinta, depok. 5 februari 2012